Jurnal Ksatria Kastil
14 Maret 2008
  Strategi Pen Biru
Hmfh… Ternyata tugas lab anatomy yang diberikan menjelang liburan, cukup untuk dijadikan suatu pemanasan sebelum saya memasuki system baru di tahun kedua saya.

Diluar dugaan. Tidak ada wacana pendahuluan seperti lab. Anatomy sebelumnya. Langsung berhadapan dengan soal yang membuat saya kembali membuka slide FBS saya, dan tidak menyangka tugasnya akan sebanyak itu. Oh my Allah…>.<

Sebenarnya yang membuat saya lebih terkejut adalah ketentuan dalam lab. Manual tersebut, adalah tugas harus dikerjakan dalam coretan tinta biru pada kertas ukuran A4. ???. Kenapa harus tinta biru? Kenapa tidak warna hitam saja? Bukankah tingkat kesopannanya sama saja dibandingkan warna lain?

Salah seorang teman saya berpendapat bahwa hal tersebut digunakan pihak pendidik sebagai antisipasi dalam menghadapi penyakit - penyakit kronis di dunia pendidikan. Mencontek, menyalin, dan koloni lainnya.

Ada suatu cerita yang pernah saya dengar, dan hal tersebut merupakan realita dalam kampus kita ini. Seorang mahasiswa kedokteran , kita sebut saja ‘X’, mengumpulkan tugas lab. anatomynya yang berupa fotocopian dari temannya yang lain, ironisnya pihak pendidik_Dosen_ waktu itu menerima saja tugas tersebut, tanpa memberikan sanksi apapun pada ‘X’. Menurut saya cerita tersebut sangat menggelitik, ada kesan tugas – tugas yang diberikan hanya sekedar formalitas, absensi si ‘X’_ atau mahasiswa yang lainnya. Entah bagai mana prosesnya, cukuplah ada lembaran – lembaran kertas A4 yang telah teridentitasi, dan ternodai oleh tulisan yang entah tidak atau termaknai .

Apakah ini alasan diberlakukannya penggunaan pulpen biru pada tugas anatomy? Ketika para pendidik baru menyadari adanya si ‘X’ yang menggunakan strategi cerdas untuk sebuah penipuan terhadap pendidikan. Lalu kedepanya akankah muncul ide – ide si ’X’ yang lain untuk mengimbangi strategi ‘Pulpen Biru’ ini? Hem…Komplikasi – komplikasi yang akhirnya akan disertai penyakit kronis pendidikan yang obatnya sangat – sangat susah dicari, atau mungkin tidak ada, karena sudah mendarah danging dalam diri si ‘X’.

Menyoroti tentang penyakit kronis pendidikan yang saya kemukakan sebelumnya. Menurut saya obat penyakit kronis ini memang sulit untuk ditemukan, sehingga kemungkinan untuk kembali sehatnya pendidikan, sedemikian kecilnya. Padahal jika diilhami dari hebatnya system imunitas tubuh kita, bisa disimpulkan bahwa obat tersebut berada didalam diri kita sendiri, hanya saja belum terekspresi, terstimulasi sehingga tidak tersintesis dan tersekresi.

Kurangnya kebanggaan pada hasil karya sendiri, menjadi salah satu faktor penghambat tidak terbuatnya obat tersebut dalam diri kita. Sadarkah kita bahwa kita adalah mahasiswa, akademisi ( apalagi kita anak FK bo! ), yang seharusnya memilki motivasi kuat untuk maju, mengembangkan diri, dan menjadi agen fungsional yang berkonstribusi bagi masyarakat luas yang hasil akhirnya kesuksesan akan menjadi karya yang patut dibanggakan. Bukannya malah menjadi kausa mengendemiknya wabah penyakit kronis pendidikan, yang berbuntut pada menurunnya kualitas ilmu dan etiket tenaga medis profesional.

Apakah kita salah satu korban dari penyakit kronis yang sudah menjadi endemik ini? Akhirnya tentu perlu diadakan introspeksi diri sebagai monitor keterjangkitan kita pada penyakit ini. Kemauan dan usaha yang kuat, untuk sembuh menjadi prinsip dari pengobatan penyakit ini. Janganlah membantu penyakit ini berkembang biak dengan menjadi salah satu bagian darinya.

Hmfh... Sampai saat inipun saya masih tidak habis pikir, hal apakah yang mendasari penggunaan pulpen biru dalam tugas Lab. Anatomy saya.

(:g)

 
Komentar: Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]





<< Beranda

Arsip
September 2007 / November 2007 / Maret 2008 / April 2008 /


Powered by Blogger

Berlangganan
Postingan [Atom]